Rabu, 25 Desember 2013

MENGHARGAI PERBEDAAN



MENGHARGAI PERBEDAAN

Mungkinkah Kita Bisa Berbeda?
Catatan Dari Perjumpaan Dengan Mereka Yang Tertindas
         Wong bedo kok dimusuhi”. Kalimat ini meluncur begitu saja dari bibir Embah Samadikun,
           seorang  pembarong reyog Ponorogo kawakan. Hal itu diucapkannya saat ia membuat tafsir tentang Reyog yang berbeda dengan pandangan maenstream, khususnya yang diresmikan oleh Pemerintah Kabupaten Ponorogo. Akibat komitmennya memegang teguh cara pandangnya itu, Embah Samadikun disingkirkan oleh birokrasi dari Yayasan Reyog. Ia juga diolok-olok para seniman reyog “plat merah”. Kowe kuwi ngerti opo? Begitulah kata-kata yang dilontarkan oleh para seniman itu merespon tafsir reyog versi Embah Samadikun saat mereka membuat sarasehan tentang reyog untuk menemukan kesepakatan mengenai kontruksi pertunjukkan reyog. Karena beliau bukan orang sekolahan, maka pendapatnya segera tersingkir seiring dengan dimasukkannya orang-orang kampusan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Ponorogo, untuk membuat standarisasi pertunjukkan reyog sebagaiaman yang termaktub dalam sebuah buku.
Upaya pembunuhan ide-ide reyog versi Embah Samadikun ternyata tidak berhenti di situ. Beliau bahkan kian dijauhkan dari dunia reyog yang digelar oleh Pemerintah Kabupaten Ponorogo, lewat Festival Reyog Nasional menjelang Peringatan Hari Proklamasi (17 Agustusan). Namun beliau tak patah arang. Beliau justru mengembangkan reyog dalam ruang spiritualitas kesehariannya sendiri.
Cerita mengenai penyingkiran Embah Samadikun saat memperjuangkan ide-idenya dia yang menggambarkan bagaimana kondisi saat itu mengalami penindasan yang sangat luar biasa. Yang tentunya sangat jauh berbeda pada saat ini di mana kebebesan beraspirasi dan demokrasi benar-benar harus di junjung tinggi asalkan tetap sesuai dengan koridor norma dan rasa saling menghargai satu sama lainnya. Apa yang salah dari keberagaman dan apa yang buruk dari keberbedaan. Sesungguhnya pluralisme tidak akan bisa terpisahkan dari kehidupan manusia. Allah pun sudah menunjukan pada ciptaannya yang berupa manusia. Wajah, sifat, karakter dan sidik jari. Dan ingatlah tulisan yang dicengkram oleh sang garuda simbol negara kita. Sudah jelas bangsa ini sangat beragam yang membuat hebat dan indah. Lantas apa yang harus melandasi masih ada diskriminasi-diskriminasi kaum minoritas. Sadarlah kita tidak akan mampu hidup sendiri tanpa manusia lainnya yang pastinya punya perbedaan dari kita. Dan satu kekufuran serta kemunafikan, kita mengelakan semua itu. janganlah menganggap golongan kita yang paling benar karena kita belum pasti tahu apakah ada golongan yang lebih benar. Sepatutnya kita saling menghormati dan menghargai karena kita sama-sama ciptaan tuhan dan sedang berproses menempuh tujuan yang menurut kita sama-sama benar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar